Wednesday, June 29, 2011

Membaca Postrukturalisme Pada Karya Sastra

Diringkas dari tulisan Irmayanti M. Budianto dengan judul yang sama

Postrukturalisme berguna untuk melihat bagaimana teks karya sastra menampilkan teks yang terbuka untuk dikritisi dan didekonstruksi dan terfokus pada eksistensi tokoh. Salah satu metode postrukturalisme yang dapat digunakan adalah dekonstruksi yang mencoba melakukan rekonstruksi tentang pandangan metafisi (konseptual) yang diarahkan pada tulisan, metabahasa dan subjektivitas.

Postrukturalisme tidak dapat dipisahkan dengan strukturalisme. Sebagai sebuah teori, ia berkaitan erat dengan manusia, dunia, dan prilaku praktis yang menghasilkan makna, dalam lingkup. Postrukturalisme mengajak kita untuk memikirkan berbagai hal terkait munculnya tanda (sign) dari objek, oposisi binari, mitos, historisitas, ideologi, dan kesadaran manusia.

Irmayanti M. Budianto (2007) melihat dua hal yang berkaitan dengan cara pandang dalam melihat postrukturalisme. Pertama, aspek yang berkaitan dengan ontologis empiristis (erat kaitannya dengan strukturalisme), dan aspek kedua berkaitan dengan metafisis –“dibalik” sesuatu yang sifatnya ontologis empiristis yang sifatnya konseptual berasal dari kesadaran atau akal budi atau rasio manusia. 

Postrukturalisme merupakan after structuralism yang mencoba mengembangkan strukturalisme guna mengantisipasi berbagai fenomena kebahasaan dan sosial budaya yang sangat kompleks. Dasar strukturalisme adalah struktur teks yang mengalami transformasi dari intransitif ke transitif yang dimaksudkan untuk melihat  1) bagaimana mengadopsi relasi yang muncul dalam problem teks dan 2) posisi/reaksi pembaca karena teks. Hal tersebut untuk memunculkan pemikiran kritis baru bagi para peneliti untuk melihat adanya aspek ideologi dan politis dalam teks. Peneliti harus mampu melakukan olah pikir kritis-logis terhadap subjek (self subject) yang terstruktur melalui kesadaran dirinya dan implikasi prilaku pembaca.

Prostrukturalisme berusaha mencari problem pada karya sastra, seperti struktur, semiologis, ideologis, dan subjektivitas. Semiologis mencoba meletakan dikotomo antara penampakan (appearance) dan esesni (Milner, 2002:92). Menitikberatkan pada sisi epistemologi yaitu mencari kebenaran, hubungan antara kesadaran seseorang dengan objek yang dikajinya, bukan pada hasil prilaku praktisnya. Ideologi menekankan pentingnya sistem pemikiran seseorang yang ditransfer menjadi Aku, atau Ego atau Subjek yang memiliki norma tertentu (Budianto 2004: 130). Problem subjektivitas berkaitan dengan “kekuatan” dirinya, seperti pemikiran, perasaan, emosi, empati, kebebasan, kehendak, ketidakinginan tentang sesuatu.

Paradigma Baru dalam Postrukturalisme: Metode Dekonstruksi

Metode dekonstruksi bukan hanya diartikan sebagai pembongkaran terhadap suatu struktur teks, melainkan suatu rekonstruksi peneliti dalam melihat berbagai penelitian sastra tentang pandangan (oposisi) metafisis (konseptual) dalam berbagai argumen si subjek ketika muncul dalam figur relasi sebuah teks. Dekonstruksi di arahkan pada tulisan metabahasa (metalanguage) dan subjek.

Tulisan adalah pemaknaan aras ekspresi dari berbagai tanda, metabahasa adalah prapengandaian peneliti untuk melihat bagaimana wacana atau gagasan atau konsep lahir dari si penulis yang diperoleh melalui observasi, kontemplasi, atau renungan kritis.  Sedangkan Subjek memiliki kesadaran diri (self subject) yang dinamis bahkan ambigu, mampu berpikir kritis, melakukan imajinasi, berpikir dari kesadaran dirinya sendiri hingga ketidaksadaran diri (unconsiousness). Lacan dalam bukunya melihat kesadaran ego muncul melalui simbol,  bahasa, interpretasi, historisitas, dan dunia kehidupan manusia.. 

Novi Diah Haryanti

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...