Thursday, March 31, 2011

Prinsip-Prinsip Kritik Sastra, Teori, dan Penerapannya

Novi Diah Haryanti
novi.diah@gmail.com

Penulis: Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo
Judul Buku: Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya
Penerbit: Pustaka Pelajar
Cetakan: Ke-5, Desember 2008 

            Pada salah satu tulisan bertajuk Kritik Sastra Indonesia Modern Tinjauan dari Jenis-jenis dan Tipe-Tipe Kritik Sastra, Pradopo mencoba menjelaskan perbedaan antara kritik sastra, teori sastra, dan sejarah sastra. Seperti yang diungkap Wellek bidang studi sastra meliputi tiga hal yaitu; kritik sastra, teori sastra, dan sejarah sastra. Teori sastra ialah bidang studi sastra yang berhubungan dengan teori-teori kesusastraan. Sejarah sastra adalah bidang studi sastra yang membicarakan perkembangan sastra sejak lahir hingga perkembangannya yang terakhir. Kritik sastra membicarakan karya sastra secara langsung: menganalisis, menginterpretasi, dan menilai karya sastra. 
Istilah kritik berasal dari bahasa Yunani krites yang berarti seorang hakim,’krinein berarti menghakimi’, dan kritikos berarti hakim kesusastraan. Istilah kritik sastra ini pun memiliki pengertian yang berubah-ubah. Yang dimaksud kritik sastra oleh Frye adalah semua kerja kesarjanaan dan selera yang berhubungan dengan kesusastraan yang merupakan bagian dan pendidikan liberal, kebudayaan atau studi humanitas.
Wellek mengumakakan teori sastra berbeda dengan kritik sastra. Kritik sastra dalam arti sempit adalah studi karya-karya sastra yang konkret dengan tekanan pada penilaiannya. Menurut Jassin kritik sastra itu pertmbangan baik atau buruk karya sastra, penerangan dan penghakiman karya sastra. Kritikus dipandang sebagai seorang ahli yang memiliki kepadaian khusus untuk membedah karya sastra, memeriksa karya sastra mengenal kebaikan-kebaikan dan cacat-cacatnya, dan menyatakan pendapatnya tentang itu.
Pradopo menyimpulkan kritik sastra memberi penilaian dan keputusan mengenai bermutu atau tidaknya suatu karya sastra. Dalam kritik sastra, suatu karya diuraikan (dianalisis) unsur-unsur atau norma-normanya, diselidiki, diperiksa satu persatu, kemudian ditentukan berdasarkan “hukum-hukum” penilaian karya sastra, bernilai atau kurang bernilainya karya sastra itu.
Bagi M.H. Abrams, kritikus tidak hanya menjadi hakim semata-mata, tapi juga berhubung dengan pendefinisian, penggolongan (pengklasan), penguraian (analisis), dan penilaian (evaluasi) karya sastra. Jadi dalam melakukan kritik, seorang kritikus menggolongkan, menguraikan, atau memecah-mecah karya sastra ke dalam unsur pembentuknya atau norma-normanya, disertai tafsiran dan pada akhirnya menerangkan karya sastra yang dikritik tersebut, bagaimana kelebihan dan cacat/kurangnya dengan alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.

Jenis-Jenis kritik sastra
1. Bedasarkan jenis bentuknya
§         Kritik teoritis (theoretical criticism), menurut Abrams teori ini berusaha bekerja atas dasar prinsip-prinsip umum untuk menetapkan seperangkat istilah yang tali temali, pembedaan-pembedaan, kategori-kategori untuk diterapkan pada pertimbangan dan interpretasi karya maupun penerapan “kriteria” untuk menilai karya sastra dan pengarangnya.
§         Kritik terapan (pratical criticism), diskusi karya sastra tertentu dan penulis-penulisnya.
2. Berdasarkan pelaksanaannya atau praktik kritiknya, Abrams membagikan ke dalam tiga jenis kritik judisial, kritik induktif, dan kritik impresionistik. Sedangkan Hudson, membaginya kedalam dua jenis ; kritik judusial dan kritik induktif.
§         Kritik judisial (judicial criticism) menurut Abrams berusaha menganalisis dan menerangkan efek-efek karya sastra berdasarkan pokoknya, organisasi, teknik, gaya, dan mendasarkan pertimbangan-pertimbangan individu kritikus atas dasar standar-standar umum tentang kehebatan dan keluarbiasaan suatu karya.
§         Kritik induktif menurut Hudson adalah menguraikan bagian-bagian karya sastra berdasarkan fenomena yang ada secara objektif.
§         Kritik impressionistik menurur Abrams menggambarkan dengan kata-kata sifat yang terasa dalam bagian-bagian khusus (dalam) suatu karya dan tanggapan (impresi) kritikus yang ditimbulkan secara langsung oleh karya sastra.
3. Berdasarkan orientasinya terhadapkarya sastra
§         Kritik mimetik, memandang karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek alam. Kriteria yang gunakan dalam kehidupan adalah ‘kebenaran’.
§         Kritik pragmatik bertujuan memberikan efek tertentu terhadap pembaca seperti kesenangan, estetik, pendidikan, atau tujuan politik. Memangdang karya sebagai alat untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan.
§         Kritik ekspresif, menghubungkan karya dan pengarangnya. Karya sastra sebagai curahan, ucapan, atau proyeksi pikiran dan perasaan penyair.
§         Kritik objektif, menganggap karya sastra sebagai suatu yang mandiri, bebas baik dari penyair, pembaca, maupun dunia sekitarnya.

Corak Kritik Sastra Indonesia Modern
Kritik Teoritis
            Salah satu esai pertama yang memuat teori-teori kritik sastra adalah kumpulan esai H.B. Jassin berjudul Tifa Penyair dan Daerahnya yang ditulis pada 1952. Sedangkan kritik yang agak luas, ditulis oleh Rachmat Djoko Pradopo pada 1967 bertajuk Beberapa Gagasan dalam Bidang Kritik Sastra Indonesia Modern.
            Kritik sastra teoritis terbit pada 1981 yang merupakan kumpulan esai Andre Hardjana berjudul Kritik Sastra: Sebuah Pengantar.  Pada 1966-1975 terjadi perdebatan metode kritik sastra antara golongan pengikut kritik sastra Ganzheit yang diwakili oleh Arief  Budiman dan Goenawan Mohamad dengan kritikus analitik aliram Rawamangun yang para tokohnya antara lain M.S. Hutagalung, J.U. Nasution, M. Saleh Saad, Boen Sri Oemarjati. Hingga pada 1968, Pusat Bahasa Jakarta mempertemukan keduanya kemudia menerbitkan buku bertajuk Tentang Kritik Sastra: Sebuah Diskusi (1978).
Kritik Terapan
Pada umumnya, kritik terapan berupa esai-esai, timbangan-timbangan buku yang ditulis dalam surat kabar, dan pidato radio yang kemudian dibukukan. Esai kritik sastra yang terkenal adalah buku Kesusastraan Indonesia Modern dalan Kritik dan Esai (4 jilid) himpunan H.B. Jassin. 
Kritik sastra dalam bentuk sejarah sastra disusun oleh A. Teeuw: Pokok dan Tokoh dalam Kesusastraan Indonesia Baru (1952, 1955). Pada 1960-an terbit buku kritik terapan ang berasal dari skripsi sarjana muda dan tesis sarjana. Sifat kritik dan kumpulan esai itu pada umumnya bersifat impresionistik, tidak menyeluruh, pendek dan tidak mendalam.

Tipe-Tipe Kritik Sastra Indonesia Modern
            Peraturan Balai Pustaka yang membatasi buku yang hedak diterbitkan harus netral terhadap agama, tidak berpolitik, berbudi pekerti, mendidik masyarakat, tidak melanggar kesopanan masyarakat membuat jenis tipe teori yang berkembang pada masa Pujangga Baru adalah teori pragmatik. Selain Pragmatik, ekspresif pun menjadi pilihan kritikus pada masa itu dengan metode pengisahan orang ketiga romantik-ironik.
            Pada Angkatan 45 dengan masuknya aliran realisme dalam sastra kritik yang banyak berkembang adalah mimetik, yaitu sastra adalah gambaran kehidupan yang senyata-nyatanya. Chairil Anwar pada “Pidato Radio 1946” mengemukakan teori objektif yang intinya sajak menjadi penting bukanlah karena panjang atau pendeknya. Tapi karena tingkat dan kadarnya (gehalte).
            Kritik sastra Prgamatik kembali digunakan Lekra yang menggunakan karya sastra sebagai alat untuk mencapai tujuan politik dengan semboyan “politik sebagai panglima”. Dengan dasar realisme sosialis dan Maxim Gorky, sastra mereka mengabdi kepada rakyat (pekerja).
            Metode analitis berkembang sejak tahun 60-an yang dikerjakan oleh kritikus aliran Rawamangun yang menganggap karya sastra itu otonomi, terlepas dari sastrawan, pembaca, dan alam sekitarnya. Dikemukakan Hutagalung, pusat perhatian peneliti adalah karya sastra sendiri. Aliran ini kemudian dikenal dengan aliran strukturalisme.

Pelaksanaan Kritik Sastra Indonesia Modern
            Kritik H.B. Jassin seperti terbaca dalam buku-bukunya, menurut Pradopo merupakan kritik impressionistik sebab Jassin tidak menganalisis keseluruhan karya, melainkan hanya unsur yang memberikan kesan padanya. Bukan menganalisis secara objektif karya yang dikritiknya. Selain itu, kritik Jassin juga dapat dikatakan sebagai kritik judisial, karena dalam menilai karya ia menilai dengan standar penilaian tertentu, dengan membandingkan karya satu dengan lainnya sebagai standar penialaian.
            Sebagian besar kritik terapan sastra Indonesia modern bersifat impresionistik dan judisial. Sedangkan, kritik induktif atau kritik sastra dengan metode penelitian ilmiah dilakukan para kritikus aliran Rawamangun yang mencoba menampilkan fenomena secara menyeluruh, terperinci, dan sistematis.

Perbedaan Kritik Ilmiah dengan Kritik Non-Ilmiah

            Pada tulisan Perbedaan Kritik Ilmiah dengan Kritik Non-Ilmiah yang diambil dari kutipan pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Sastra UGM, Pradopo membedakan kritik berdasarkan asal kritikus dan sifat kritiknnya. Perbedaan tersebut sebagai berikut.
  • Kritik ilmiah dibuat oleh para kritikus ilmiah para ahli sarjana universitas/ IKIP yang bekerja sebagai dosen, peneliti LIPI, peneliti di pusat bahasa dan Balai Bahasa. Kritik ilmiah dapat berupa skripsi, tesis, disertasi, makalah, ilmiah, pidato ilmiah, dan penelitian ilmiah. Menggunakan teknik penulisan ilmiah, teori dan metode sastra yang menjadi dasar kritik (analisis) dinyatakan secara eksplisit dan diuraikan secara jelas. Memiliki penunjukan refrensi secara akurat, beorientasi pada sastra objektif dengan metode deduktif dan induktif dan menggunakan bahasa baku.
  • Kritik non-ilmiah ditulis sastrawan, wartawan, atau ahli pikir yang mempunyai minat sastra. Berupa artikel dan esai-esai, tidak menggunakan TPI, teori sastra tidak digunakan secara eksplisit, tidak menunjukan refrensi yang akurat. Berorientasi ekspresif, bersifat impresionistik, tidak mencantumkan daftar pustaka, dan bahasa yang digunakan umumnya bukan menggunakan bahasa Indonesia yang baku/ tidak seluruhnya bahasa baku.

            Menurut Paradopo kritik sastra ilmiah bertujuan menerangkan karya sastra sejelas mungkin untuk dapat mengungkapkan makna karya semaksimal mungkin. Oleh karena itu, digunakan teknik penulisan ilmiah, sistematika ilmiah, dan analisis stuktur ke dalam unsur-unsurnya sampai mendetail.
            Karya sastra merupakan artefak yang baru mempunyai makna, bila diberi makna oleh pembaca (termasuk kritikus dan peneliti) dalam kerangka semiotik (sistem tanda). Makna sastra berarti semua hal yang membuat karya sastra berharga/ bernilai bagi kehidupan sesuai dengan fungsi yang dikatakan Horace, indah, menyenangkan, dan berguna (dulce et utile).
Lebih lajut Pradopo menjelaskan, sebagaimana karya ilmiah pengetahuan lain, maka kritik sastra ilmiah mengikuti pedoman penulisan karya ilmiah tertentu. Semisal pada bab 1 kerangka teori dan metode adalah hal yang sangat penting. Teeuw mengemukakan bahwa analisis struktural menjadi prioritas. Jan Mukarovsky dan Felix Vodicka mengembangkan strukturalisme dinamik, yaitu strukturalisme atas dasar kosepsi semiotik.
Salah satu metode analisis semiotik adalah metode pemaknaan sastra Riffaterre yang memerhatikan 4 hal: 1) karya sastra adalah ekspresi tidak langsung yang disebabkan 3 hal, penggantian arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti. 2) Untuk memproduksi makna dilakukan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik, 3) untuk penafsiran dicari kata-kata kunci (key word) atau matriks (matrix). 4) Hubungan intertekstual, seringkali sebuah teks baru bermakna penuh jika dikontraskan dengan hipogramnya (hypogram).
 

4 comments:

  1. Thanks alot. Artikel yang sangat membantu.

    ReplyDelete
  2. Anang: Sama-sama ya
    Lembaga Penelitian UG: Thx infonya :)

    ReplyDelete
  3. mbak..ada yg lebih spesifik lagi gak ttg impresionistik

    ReplyDelete
  4. Vie Vanessa: Nggak ada tp coba dibaca di buku sumbernya saja masih mudah lho dicari di toko buku :)

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...