Sunday, March 20, 2011

Persoalan Tatapan (Male Gaze) dalam Film Kutunggu Jandamu

Novi Diah Haryanti
Tugas Matakuliah Sinema
novi.diah@gmail.com
Abstrak
Laura Mulvey (1975) mengungkapkan bagaimana sinema pop (Hollywood) memproduksi dan mereproduksi apa yang ia sebut sebagai “Male Gaze”. Tidak hanya itu,  kamera film menurut Mulvey juga menangkap apa yang Freud sebut sebagai scopophilia yaitu menggunakan orang lain sebagai objek rangsangan seksual melalui pandangan mata. Tulisan ini akan mengulas bagaimana male gaze berkerja pada film Kutunggu Jandamu (2008), film ini dipilih karena tiga alasan. Pertama, sepanjangan durasi film, penonton selalu disuguhkan dengan keseksian tubuh –dan pakaian minim– para aktrisnya. Kedua, film ini mendapat banyak kritikan sebagai film yang hanya menonjolkan unsur sensualitas dan seksualitas. Ketiga, film ini ditujukan bagi penoton laki-laki, hal ini tampak dari pemilihan pemain (casting) yang diisi oleh para perempuan cantik, seksi, dan”mengundang hasrat”. Sedangkan para pemain prianya tampak ”biasa-biasa saja”, tidak tanpan, tidak gagah, tidak seksi bahkan cenderung ’lemah’.
Dari hasil analisis, tampak bahwa tatapan laki-laki (male gaze) dalam film ini sangat kental terasa lewat casting pemain, gerak kamera, dan adegan-adegan yang dibuat tidak hanya untuk ‘memuaskan’ tatapan sutradara dan aktor, tapi juga tatapan spectator (penonton) film. Dengan sengaja kamera fokus menangkap (menatap) bagian-bagian tubuh tertentu seperti wajah, dada, dan bokong perempuan dalam film. Tatapan laki-laki ini semakin mempertegas bahwa masyarakat patriarkal tak hanya membentuk dunia nyata tapi juga menstruktur bentuk film.      

Kata Kunci: Kutunggu Jandamu, Mulvey, Male Gaze, Scopophilia.

 

Pendahuluan 

          Biar janda asal terhormat itulah tagline film Kutunggu Jandamu (2008), yang diproduksi oleh Maxima Pictures. Dengan tagline tersebut, film ini mencoba melawan stigma negatif janda yang selama ini melekat di masyarakat. Untuk membintangi film bertema janda, Sutradara Findo Purwono HW sengaja memakai Dewi Persik dan Andi Soraya, dua janda cantik yang kerap berpenampilan seksi, dan penuh kontroversi. Walau mendapat banyak kritik karena unsur sensualitas dan seksualitasnya, film Kutunggu Jandamu mampu menyedot perhatian 700 ribu penonton.
          Film ini berkisah tentang Persik (Dewi Persik) perempuan yang baru menjadi janda setelah bercerai dengan suaminya yang ternyata memiliki istri lain. Persik tinggal di sebuah apartemen yang dipenuhi oleh suami hidung belang yang selalu menggodanya. Para istri yang merasa terganggu rumah tangganya karena kehadiran Persik, berdemo menuntut agar Persik diusir dari lingkungan apartemen. Akhirnya, Persik mengalah dan pergi meninggalkan apartemen. Keluar dari apartemen Persik mengungsi ke tempat kakaknya, Cherry (Andi soraya) yang juga seorang janda. Di tempat barunya tersebut, lagi-lagi Persik mencuri perhatian kaum laki-laki. Diam-diam mereka mengintip dan berfantasi mengenai Persik. Namun, tak mau mengulangi kesalahan yang sama, Persik mencoba melakukan pendekatan dengan menolong para penghuni kompleks perumahan tersebut, mulai dari anak ibu kos yang mengalami kekerasan di sekolahnya sampai memberi tips pada Mimi agar suaminya bergairah lagi padanya. Tapi ulah hero Persik tersebut tidak lantas membuat Bu Rahma si pemilik kos menjadi suka padanya, justru ‘kebaikan’ dan kenakalan Persik membuat Bu Rahma gerah dan mengusirnya. Untuk kedua kalinya Persik terusir. Kepergian Persik ternyata membuat para penghuni kos yang pernah ditolongnya merasa bersalah, maka mereka pun mencari Persik dan memintanya kembali. . 
Laura Mulvey mengungkapkan bagaimana sinema pop (Hollywood) memproduksi dan mereproduksi apa yang ia sebut sebagai “Male Gaze”. Gazing yang dimaksud adalah kerja kamera yang cenderung mewakili cara pandang pembuat film yang berada di balik kamera itu. Tidak hanya itu,  kamera menurut Mulvey (1975) juga menangkap apa yang Freud sebut sebagai scopophilia yaitu “taking other people as object, subjecting them to a controlling and curious gaze”. Scopophilia juga bersifat seksual; “menggunakan orang lain sebagai objek rangsangan seksual melalui pandangan mata”. Dalam hal ini, perempuan sebagai objek yang bagian-bagian tubuhnya ”diintip” dan dinikmati tatapan mata laki-laki. Dengan kata lain, laki-laki melihat dan perempuan ‘memamerkan’, laki-laki aktif  dan perempuan pasif (Storey, 2003). 
Mulvey (1975) menjelaskan ada tiga tatapan berbeda yang saling berhubungan dalam film: tatapan kamera, tatapan khalayak (penonton), dan tatapan tokoh laki-laki dalam narasi tersebut. Menurutnya, konvensi-konvensi film naratif menyangkal dua yang pertama dan mensubordinasikan keduanya kepada tatapan para tokoh laki-laki dalam film. Hal itu dengan sadar dilakukan untuk menghilangkan gangguan kehadiran kamera dan memberi kesadaran berjarak dengan penonton.
Tulisan ini akan mengulas bagaimana ketiga tatapan tersebut berkerja pada film Kutunggu Jandamu. Film ini dipilih karena tiga alasan utama. Pertama, sepanjangan durasi film, penonton selalu disuguhkan dengan keseksian tubuh –dan pakaian minim– para aktrisnya. Kedua, film ini mendapat banyak kritikan sebagai film yang hanya menonjolkan unsur sensualitas dan seksualitas.[iii] Dalam film ini juga digunakan properti yang mendukung terciptanya pikiran yang mengarah pada persepsi mengenai seksualitas tokoh-tokohnya, seperti majalah-majalah porno, bra yang berserakan, boneka yang menjadi objek penyaluran hasrat salah satu tokoh pria, sampai pemberian nama apartemen 69. Ketiga, film ini ditujukan bagi penoton laki-laki, hal ini tampak dari pemilihan pemain (casting) yang diisi oleh para perempuan cantik, seksi, dan”mengundang hasrat”. Sedangkan para pemain prianya tampak ”biasa-biasa saja”, tidak tanpan, tidak gagah, tidak seksi bahkan cenderung ’lemah’.
            Gazing ini dengan sadar dilakukan oleh sutradara laki-laki untuk memuaskan penonton laki-laki, tentu saja cara menatap ini akan berbeda jika film dibuat oleh sutradara perempuan, semisal Upi Avianto. Dalam film Realita, Cinta dan Rock ‘n’ Roll ia tak hanya memberikan kenikmatan (kesenangan) pada penonton laki-laki dengan menghadirkan tokoh seksi Sandra yang diperankan oleh Nadine Chandrawinata, tapi Upi juga melakukan gazing terhadap dua tokoh laki-lakinya, Ipang (Vino G. Bastian) dan Nugi (Herjunot Ali). Banyak sekali kesempatan kedua laki-laki muda ini membuka baju dan memperlihatkan otot perut mereka yang six packs. Bahkan nyaris setiap adegan membuka baju, tubuh mereka sedikit berkeringat, menambah kental seksualitas kedua anak laki-laki itu.[iv] Hal tersebut tentu saja tak mungkin didapatkan dalam film Kutungggu Jandamu yang hanya mengeksploitasi seksualitas para tokoh perempuannya demi kenimatan penonton laki-laki.
Tatapan (Male Gaze) pada Janda
            “Persik jadi janda!” laki-laki yang datang dalam sidang cerai Persik bersorak senang saat mendengar ketuk palu hakim yang meresmikan status baru Persik sebagai janda. Mereka tampak heboh menelpon kawannya untuk memberitau ke-janda-an Persik. Kehebohan itu ditampilkan Findo dengan meng-close up satu persatu wajah para tokoh laki-laki yang merayakan ke-janda-an Persik. Dengan status baru Persik yang ‘single’ seakan-akan para lelaki akan dengan mudah memilikinya. Tak hanya para lelaki yang merayakan status janda Persik, Persik pun merayakan kemerdekaannya. Rasa merdeka Persik ditunjukan dengan ekspresi wajah dan langkah ringannya meninggalkan ruang sidang, yang diikuti oleh para tokoh laki-laki yang berlomba mendekatinya.
Gambar 1. Persik meninggalkan ruang sidang diikuti para lelaki
 Adegan tersebut adalah gazing pertama yang dilakukan Findo. Dengan  sadar ia menghadirkan wajah nakal dan tubuh seksi Persik di kamera. Pakaian rapih (resmi) yang dikenakan Persik pada saat menghadiri persidangan tidak dapat menutupi lekuk-lekuk tubuhnya. Maka tak pelak lagi kaum laki-laki menerapkan dan memanfaatkan male gaze untuk memperoleh kenikmatan memandang.
Mulvey berasumsi, perempuan sering ditempatkan sebagai erotic object dalam dua level. Pertama, perempuan adalah erotic object bagi karakter atau tokoh laki-laki dalam film. Kedua, perempuan adalah erotic object bagi spectator atau penonton di auditorium. Sebagai objek erotik dalam film Kutunggu Jandamu ada tiga kriteria yang harus dipenuhi para tokoh perempuan yaitu seksi, nakal, dan menggoda. Ketiga kriteria itulah yang terdapat pada tokoh Persik dan Yum
Mulvey percaya bahwa motif-motif seksual yang tersembunyi dari laki-laki bisa dibaca pada cara mereka menghadirkan wajah dan tubuh perempuan di kamera. Kamera juga menangkap apa yang Freud sebut sebagai scopophilia yang lebih dari sekadar kesenangan melihat, tapi juga menggunakan orang lain sebagai objek rangsangan seksual melalui pandangan (tatapan) yang mengontrol (controling gaze).
Salah satu bentuk scopophilia adalah adegan Persik dengan bikini di kolam renang, yang digambarkan Findo sebagai berikut. Para suami berbohong pada istrinya untuk dapat pergi ke kolam renang bertemu dengan idola mereka, Persik. Setelah sampai di kolam renang mereka sibuk mencari posisinya “nyamannya”. Tak lama kemudian Persik datang dengan pakaian seksi -tank top yang memperlihatkan belahan dadanya. Kedatangan Persik tersebut ditampilkan dengan kamera yang bergerak pelan mengikutinya. Diperlihatkan juga adegan persik menggoda pria lewat tatapan yang diambil kamera dari jarak medium shot setelah itu pelan-pelan ia membuka tank topnya hingga hanya menyisakan bikini. Dengan santai Persik memasuki kolam renang –posisi Persik membelakangi kamera –dan seakan menggoda, ia membalikkan badannya,  mempertontonkan dada dan tubuhnya yang basah ke arah para suami dan kamera yang sedang memandangnya (menit ke-8).
Gambar 2. Persik dengan bikini menggoda para lelaki
Gambar 3. Ekspresi nakal para laki-laki yang sengaja datang untuk melihat Persik renang, tiap pagi.
Untuk mempertajam adegan tersebut, Findo meng-close up secara bergantian ekspresi Persik yang nakal dan para suami yang berusaha menggunakan Persik sebagai objek rangsangan seksual mereka melalui tatapan mata. Ekspresi nakal Persik yang diambil secara close up, tidak hanya dimaksudkan menggoda pada tokoh lak-laki dalam film tapi juga menggoda spectator (penonton) pria. Sehingga dapat dikatakan Persik adalah erotic objek yang sengaja dibuat oleh Findo.
Adegan-adegan yang dibuat untuk memuaskan tatapan laki-laki hampir tampak disepanjang durasi film. Mulai dari tubuh-tubuh yang terbalut pakaian minim, laki-laki yang mengintip persik pada saat ganti baju, para suami yang menyebut nama Persik saat masturbasi atau bercinta, sampai tingkah Persik yang sengaja membuka roknya untuk menggoda tetangga yang ia tau sedang ‘berpikir’ nakal tentangnya. Hal itu terjadi karena setiap laki-laki dalam film ini selalu menjadikan Persik fantasi. Apapun yang dilakukan Persik, membuat mereka bergairah, semisal pada saat Persik menyiram tanaman ketiga anak kos (Aldi, Sinyo, iwan) yang tinggal di dekat rumahnya, berkhayal main ‘basah-basahan’ dengan persik. Atau ketika Persik sedang senam pagi Pak Darman pemilik kos, membayangkan Persik ‘memijatnya’ sambil mendesah. 
Selain Persik, erotic objek dalam film ini adalah Yum, pembantu Cherry yang juga seorang janda. Selain gaya bicaranya yang manja dan nakal, Yum ditampilkan sebagai satu-satunya tokoh yang melakukan hubungan seks dengann laki-laki yang bukan suaminya, yaitu Yono satpam apartemen. Walaupun aktivitas seksual tidak diperlihatkan secara terang-terangnya, penonton dapat mengetahui bahwa Yum telah melakukannya lewat adegan ia lupa mengancingi kemejanya sehingga tampak tubuh dan dadanya, serta Yono yang merapihkan celana panjang dan pakaiannya sambil berkata “kamu memang bisa memuaskan saya Yum”.[i] Tak hanya itu, jika para tokoh perempuan ribut mencari bra mereka yang hilang, Yum dengan polos mengatakan bahwa ia tidak pernah menggunakan bra. Hal itu yang membuat sang majikan, Cherry marah lantaran menganggap Yum genit dan gampangan setelah melihat ‘cupangan’ (bekas kecupan) yang terdapat pada leher dan bagian atas dada Yum. 
Standar ideal perempuan dalam film ini menggunakan perspektif laki-laki (dalam film) yang menyukai perempuan seksi dengan payudara dan bokong yang besar. Itulah yang mebuat Mimi, yang tidak sesuai standar tidak menjadi objek tatapan laki-laki baik dalam film ataupun spectator. Baju dan sikap Mimi yang sopan, dandanannya yang biasa saja serta ukuran payudaranya yang standar, membuat Mimi menjadi satu-satunya tokoh perempuan yang tidak menggairahkan. Bahkan suaminya sendiri, tak lagi melirik Mimi dan memilih masturbasi dengan membanyangkan Ayumi foto model sebuah majalah porno. Kedatangan Persik membuat suami Mimi mengalihkan hasratnya dari Ayumi ke Persik. Mimi sadar akan prilakunya itu, maka diam-diam ia mengamati Persik dan melihat ada yang berbeda dari dirinya dengan Persik. Akhirnya, Mimi memperbesar payudaranya setelah mengetahui sang suami tergila-gila pada persik yang memiliki payudara besar.
Setelah memiliki payudara besar, dengan banga Mimi berjalan keluar dari salon kencantikan dan memamerkan payudaranya. Kamera low angle digunakan Findo untuk menggambarkan bagaimana Mimi menjadi sangat riang, percaya diri, karena memiliki payudara besar. Kepercayaan diri itu semakin mantap ketika pria muda menatap (dadanya) dan menggodanya. Itulah pertama kali Mimi mendapat tatapan laki-laki, dengan setengah histeris dia berkata “oohh my god, yes sukses-sukses” (menit ke-55). Kalimat tersebut menandakan bahwa Mimi menikmati tatapan tersebut dan merasa puas karenanya.
Dalam film yang bercerita mengenai janda ini, ada dua tipe janda yang digambarkan Findo. Pertama, janda penggoda yang bahagia hidup menjanda -direpresentasikan lewat tokoh Persik. Kedua bukan janda penggoda, melainkan tokoh yang berusaha menampilkan citra positif janda –direpresentasikan lewat tokoh Cherry. Perbedaan dua tipe janda tersebut, berpengaruh terhadap karater Persik dan Cherry.
Sebagai objek yang sadar sedang ‘diintip’, tokoh Persik, selalu memakai baju seksi dan terbuka. Tidak hanya itu, Persik juga kerap melancarkan tatapan yang menggoda dengan suara serak-serak basah, yang semakin membuat para lelaki mengalami ketegangan tidak hanya di dalam tapi juga di luar layar. Sedangkan Cherry, sebagaimana konvensi tokoh perempuan dalam film ini, ia tetap memakai baju seksi (tapi tidak terbuka). Sebagai tokoh yang bertugas menampilkan citra positif Janda, Cherry tidak pernah menggoda para pria lewat suara dan tatapannya. Ia bahkan cenderung galak, hal itu terlihat dari sikap ketusnya pada Persik yang menggoda para pria yang berfantasi tentangnya dan Aldo anak pemilik kos yang menyukainya. Salah satu protes Cherry pada Persik tampak dari dialog berikut.
Cherry: “ih.. Persik jijik, kamu tau kan anak-anak itu pada nafsu sama
              kamu, eh kamu malah main ke sini,  telanjang-telanjangan lagi”
Persik:  “ihhhh.. lagian mereka sendiri yang ke-ge-eran, ya udahlah kakak,
              namanya juga aku becandain mereka kok, kakak nyatai aja ntar
              mereka aku yang urus”
Cherry: ”Aku kerja keras untuk bisa tinggal di sini tau ga, aku berjuang
             tiap hari supaya orang-orang menghargai aku dan tidak
             memandang aku rendah keran aku janda” (menit ke-52)  
Lewat dialog antara Persik dan Cherry kita tau bahwa, walaupun mereka bersaudara dan sama-sama janda, keduanya hidup dengan prinsip yang berbeda.  Persik menganggap tatapan laki-laki yang mengarah padanya adalah ’hiburan’ yang ia nikmati. Itulah yang membuat Persik tak ragu mengontrol male gaze yang ditujukan padanya, dengan kata lain ia tak hanya pasif. Sedang Cherry menganggap tatapan laki-laki yang mengarah pada tubuhnya atau tubuh Persik adalah ’hinaan’ atau sikap merendahkan karena status janda mereka. Itulah yang membuat Cherry mengambil jarak dengan laki-laki termasuk Aldo yang benar-benar mencintainya. Sikap skeptis Cherry pada laki-laki tampak pada saat ia mengatakan bahwa laki-laki itu kalau bukan buaya, ia pasti kadal, ular, atau kecoa, sehingga sudah seharusnya perempuan berhati-hati.
Perbedaan karakter antara Persik dan Cherry, turut menentukan nasib percintaan kedua tokoh tersebut. Cherry tidak hanya menjadi objek fantasi seks Aldo tapi benar-benar dicintai olehnya. Sedangkan Persik hanya menjadi objek fantasi para lelaki tanpa ada yang benar-benar mencintainya.

Simpulan
Selama ini, status janda selalu melahirkan stigma negatif dimasyarakat. Isu itulah yang coba diangkat Findo lewat tagline “biar janda asal terhormat”. Akan tetapi tagline itu terasa tidak pas karena untuk merepresentasikan janda yang terhormat, Findo menggunakan Dewi Persik dan Andi Soraya, dua artis yang selama ini dikenal ‘nakal’ dan penuh kontroversi. Selain itu, sepanjang durasi film, Findo dengan sengaja mengekploitasi tubuh-tubuh seksi para tokoh perempuan. Sehingga counter yang dilakukan Cherry lewat dialognya dengan Persik dan Yum tentang bagaimana harusnya janda bersikap, tidaklah cukup untuk menghapuskan stigma negatif janda karena porsinya yang sangat minim dan tertutupi dengan adegan-adegan yang justru mempertegas stigma negatif tersebut.
Tatapan laki-laki (male gaze) dalam film ini sangat kental terasa lewat casting pemain, gerak kamera, dan adegan-adegan yang dibuat untuk ‘memuaskan’ tatapan sutradara dan aktor, tapi juga tatapan spectator (penonton) film. Dengan sengaja kamera fokus menangkap (menatap) bagian-bagian tubuh tertentu seperti wajah, dada, dan bokong perempuan dalam film. Tidak adanya aktor yang tampan atau adegan yang dibuat khusus untuk penonton perempuan, semakin menegaskan bahwa film ini dibuat oleh laki-laki dan untuk laki-laki.
Kesuksesan film Kutunggu Jandamu meraih 700 ribu penonton, membuktikan bahwa aroma seks yang dibalut komedi masih laku untuk dijual. Tak mengherankan jika film  sejenis seperti Anda Puas Saya Loyo (2008) Kawin Kontrak Lagi (2008), Pijat Atas Tekan Bawah (2009), Mau dong.... Ah (2009), terus mengisi layar bioskop Indonesia. Tak hanya komedi yang mengeksploitasi seksualitas perempuan dan menerapkan konsep yang Mulvey sebut sebagai male gaze, genre horor pun ikut memuaskan penontonnya dengan memasang wajah cantik dan perempuan bertubuh seksi, sebagai element penting untuk menghasilkan kesenangan/kenikmatan melihat (visual pleasure). Tatapan laki-laki ini semakin mempertegas bahwa masyarakat patriarkal tak hanya membentuk dunia nyata tapi juga menstruktur bentuk film.      



     [i] Menurut saya, adegan tersebut salah satu yang tervulgar karena tidak hanya memperlihatkan tubuh mulus Yum dan dialog yang mengarah pada hubungan seks, tapi juga ‘tanda-tanda’ seperti cipratan sperma, sampai bra yang bertebaran.


[i] Artis Dewi Persik kerap disebut sebagai artis kontroversional yang memanfaatkan goyangan dan keseksiannya, sedangkan Andi Soraya kerap menarik perhatian media karena hubungan tanpa ikatan pernikahannya dengan pasangan yang jauh lebih muda.
[ii] Pengamat film Yan Wijaya via http://www.lautanindonesia.com/forum/sinema-indo/
[iii] Mengenai kritik terhadap film ini tampak dari berbagai artikel online seperti Kutunggu Jandamu, Aroma Seks Dibungkus Komedi (okezone.com); Kutunggu Jandamu Status Miring Janda Muda (kapanlagi.com); Kutunggu Jandamu Seksinya Janda Persik (detikhot.com)
[iv] Lebih lengkap mengenai film Realita, Cinta, dan Rock ‘n’ Roll lihat Eric Sasono ” Attitude dan Seksualitas Tahun 2000-an” http://ericsasono.blog.friendster.com/2006/02/attitude-dan-seksualitas-tahun-2000-an/


No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...