Edward Said, lahir di Yerusalem pada 1 November 1935. Dalam memoar berjudul yang Out Of Place (2002) yang ditulisnya pada 1999, Said mengaku membutuhkan waktu lima puluh tahun untuk merasa nyaman dengan namanya. Menurutnya, nama Edward terdengar bodoh dan secara paksa dilekatkan pada nama keluarga Arab asli, Said. Ayahnya adalah saudagar Arab yang makmur, berkewarganegaraan Palestina-Amerika Serikat. Said menjalani pendidikan dasar dan menengah di Yerusalem dan Mesir lalu pada usia limabelas tahun pindah ke Massachusets dan menjadi warganegara Amerika Srikat pada umur delapanbelas tahun (Amalik, 2001).
Said belajar sastra, musik, dan filsafat di Princeton selama setahun. Namun, gelar doktor sastra Inggris diraihnya dari Universitas Harvard. Perang yang melanda Arab pada 1947 -1948, membuat keluarganya tergusur dari Palestina dan memilih tinggal di Yordania dan Lebanon. Peristiwa ini, mengubahnya dari intelektual kampus menjadi intelektual organik. Said juga akrab dengan kegiatan advokasi dan penegakan Hak Asasi Manusia dalam rangka membela kepentingan Palestina dan dunia Arab pada umumnya.
Pada 1978, Said menerbitkan buku berjudul Orientalism yang melahirkan kegerahan sekaligus pencerahan dalam berbagai disiplin ilmiah seperti cultural studies, kajian wilayah, dan secara khusus melahirkan analisis diskursus kolonial (Young dalam Yusuf , 2009). Lapangan penelitian baru yang kemudian dikenal dengan nama teori pascakolonial (postcolonial theory).
Orientalisme (2001) merupakan suatu cara untuk memahami dunia Timur, berdasarkan tempatnya yang khusus dalam pengalaman manusia Barat Eropa. Timur telah membantu mendefinisikan Eropa (Barat) sebagai imaji, idea, kepribadian dan pengalaman yang berlawanan dengannya. Orientalisme tidak pernah jauh dari apa yang dinamakan Denys Hay sebagai gagasan Eropa, suatu pikiran kolektif yang mengidentifikasikan ‘kita’ orang-orang Eropa sebagai yang berbeda dari ‘mereka’ orang-orang non Eropa. Apa yang membuat budaya Eropa berkuasa baik di Eropa ataupun di luar Eropa adalah gagasan identitas Eropa sebagai identitas yang lebih unggul dibandingkan dengan semua bangsa dan budaya non Eropa.[1]