Halo mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, terima kasih telah "memaksa" saya untuk memperbarui isi blog ini. Setelah mendapat banyak kejutan di paragraf deskripsi, saya menunggu kejutan lainnya di paragraf narasi.
Di bawah ini terdapat beberapa dongeng yang telah kalian pilih di kelas dan "Calon Arang" sebagai alternatif dongeng yang saya ajukan. Sila lanjutkan cerita yang ada. Kalian boleh mengubah akhir cerita sesuai dengan imajinasi kalian dan tidak terpaku pada teks lama. Akan tetapi, untuk mempermudah sila liat versi lengkap dongeng-dongeng tersebut. Berikut ini beberapa ketentuan lain yang harus kalian perhatikan:
- Sila salin cerita awal dongeng yang dipilih, baru lanjutkan membuat akhir cerita. Hal ini bertujuan pembaca mendapat pengalaman utuh membaca dongeng.
- Akhir cerita yang kalian buat (tidak termasuk cerita pengantar), tidak lebih dari 4000 karakter.
- Saat menulis perhatikaan penggunaan EyD, termasuk saat menyalin cerita awal Anda boleh memperbaiki kesalahan berbahasa yang ada.
- Kalimat pertama pada cerita yang diubah harap dicetak tebal (bold) sebagai pembeda dengan cerita awal dongeng. (Ingat hanya kalimat pertama!)
- Tulisan di-posting paling lambat Kamis pukul 15.00 WIB, lebih cepat lebih baik.
- Jika kurang paham, sila bertanya di sini dengan membuat komentar sehingga tidak muncul pertanyaan yang sama melalui sms/WA.
- Di bawah ini merupakan dongeng yang bisa dipilih mahasiswa berdasarkan program studi
- Manajemen Zakat dan Wakaf (Ziswaf): "Bawang Merah dan Bawang Putih", "Sangkuriang" dan "Jaka Tarub".
- Asuransi Syariah: "Bawang Merah dan Bawang Putih", "Jaka Tarub", dan "Timun Emas".
- Perbankan Syariah A: "Bawang Merah dan Bawang Putih", "Sangkuriang", dan "Malin Kundang"
- Perbankan Syariah B: "Bawang Merah dan Bawang Putih", "Jaka Tarub", dan "Roro Jonggrang"
Selamat berimajinasi dan menulis!
BAWANG MERAH DAN BAWANG PUTIH
(Disalin dari http://365ceritarakyatindonesia.blogspot.com/ tanpa perbaikan ejaan)
Alkisah, hiduplah sebuah keluarga yang hidup dengan tenteram dan damai.
Keluarga
ini terdiri dari ayah, ibu, dan anak semata wayangnya bernama Bawang
Putih. Namun, ketenteraman dan kedamaian ini terganggu lantaran si ibu
jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Kejadian tersebut membuat keluarga
kecil itu bersedih karena kehilangan orang yang dicintai.
Tak jauh dari rumah mereka, tinggallah seorang janda dan putrinya bernama Bawang Merah. Ketika ibu Bawang Putih telah meninggal, kedua orang ini sering datang ke rumah Bawang Putih. Pada awalnya, antara ibu Bawang Merah dengan ayah Bawang Putih hanya saling berbincang saja. Namun, lama-kelamaan, timbul juga pemikiran di pikiran ayah Bawang Putih untuk mempersunting ibu Bawang Merah. Ayah Bawang Putih tidak ingin putri semata wayangnya tumbuh tanpa kehadiran seorang ibu.
Setelah berdiskusi dengan Bawang Putih, keduanya pun melangsungkan pernikahan. Saat baru menikah, ibu tiri dan Bawang Merah sangat baik terhadap Bawang Putih. Akan tetapi, ternyata itu hanyalah kamuflase keduanya. Diam-diam, keduanya merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan Bawang Putih.
Maka, ibu tiri dan Bawang Merah menyuruh Bawang Putih melakukan banyak pekerjaan rumah yang berat-berat. Tentunya, semua beban ini tidak diceritakan Bawang Putih kepada ayahnya. Lagipula, setelah menikah dengan ibu Bawang Merah, ayahnya bukannya kunjung bahagia melainkan malah sakit-sakitan yang berujung pada kematiannya.
Bawang Putih yang sedih mengetahui dirinya sebatang kara tetap tak bisa berbuat apapun dihadapan ibu tiri dan Bawang Merah. Satu-satunya hal yang bisa dilakukannya adalah mematuhi perintah ibu dan saudara tirinya. Bawang Putih berharap keduanya bisa berubah. Namun, mereka malah semakin menjadi-jadi.
Suatu hari, ketika Bawang Putih pergi ke sungai untuk mencuci, baju kesayangan ibu tirinya hanyut terbawa arus sungai. Bawang Putih melapor kepada ibu tirinya. Namun, bukannya mengasihaninya, ibu tiri Bawang Putih malah menyuruh untuk mencarinya sampai ketemu. Jika tidak, Bawang Putih tidak diperbolehkan pulang.
Bawang Putih menyusuri sungai untuk mencari baju kesayangan ibu tirinya. Namun, sejauh kakinya melangkah tidak ditemukannya baju kesayangan ibunya. Padahal hari sudah malam. Bawang Putih hampir saja menangis jika tidak melihat lampu minyak di gubuk tepi sungai. Bawang Putih pun menghampirinya.
*****
Tok. Tok. Tok. Bawang Putih mengetuk pintu gubuk itu....
Tak jauh dari rumah mereka, tinggallah seorang janda dan putrinya bernama Bawang Merah. Ketika ibu Bawang Putih telah meninggal, kedua orang ini sering datang ke rumah Bawang Putih. Pada awalnya, antara ibu Bawang Merah dengan ayah Bawang Putih hanya saling berbincang saja. Namun, lama-kelamaan, timbul juga pemikiran di pikiran ayah Bawang Putih untuk mempersunting ibu Bawang Merah. Ayah Bawang Putih tidak ingin putri semata wayangnya tumbuh tanpa kehadiran seorang ibu.
Setelah berdiskusi dengan Bawang Putih, keduanya pun melangsungkan pernikahan. Saat baru menikah, ibu tiri dan Bawang Merah sangat baik terhadap Bawang Putih. Akan tetapi, ternyata itu hanyalah kamuflase keduanya. Diam-diam, keduanya merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan Bawang Putih.
Maka, ibu tiri dan Bawang Merah menyuruh Bawang Putih melakukan banyak pekerjaan rumah yang berat-berat. Tentunya, semua beban ini tidak diceritakan Bawang Putih kepada ayahnya. Lagipula, setelah menikah dengan ibu Bawang Merah, ayahnya bukannya kunjung bahagia melainkan malah sakit-sakitan yang berujung pada kematiannya.
Bawang Putih yang sedih mengetahui dirinya sebatang kara tetap tak bisa berbuat apapun dihadapan ibu tiri dan Bawang Merah. Satu-satunya hal yang bisa dilakukannya adalah mematuhi perintah ibu dan saudara tirinya. Bawang Putih berharap keduanya bisa berubah. Namun, mereka malah semakin menjadi-jadi.
Suatu hari, ketika Bawang Putih pergi ke sungai untuk mencuci, baju kesayangan ibu tirinya hanyut terbawa arus sungai. Bawang Putih melapor kepada ibu tirinya. Namun, bukannya mengasihaninya, ibu tiri Bawang Putih malah menyuruh untuk mencarinya sampai ketemu. Jika tidak, Bawang Putih tidak diperbolehkan pulang.
Bawang Putih menyusuri sungai untuk mencari baju kesayangan ibu tirinya. Namun, sejauh kakinya melangkah tidak ditemukannya baju kesayangan ibunya. Padahal hari sudah malam. Bawang Putih hampir saja menangis jika tidak melihat lampu minyak di gubuk tepi sungai. Bawang Putih pun menghampirinya.
*****
Tok. Tok. Tok. Bawang Putih mengetuk pintu gubuk itu....
JAKA TARUB
(Disalin dari http://ceritaceritasejarah.blogspot.com/ tanpa perbaikan ejaan)
Jaka Tarub
adalah seorang pemuda gagah yang memiliki kesaktian. Ia sering keluar
masuk hutan untuk berburu di kawasan gunung keramat. Di gunung itu
terdapat sebuah telaga. Tanpa sengaja, ia melihat dan kemudian mengamati
tujuh bidadari sedang mandi di telaga tersebut. Karena terpikat, Jaka Tarub
mengambil selendang yang tengah disampirkan milik salah seorang
bidadari. Ketika para bidadari selesai mandi, mereka berdandan dan siap
kembali ke kahyangan. Salah seorang bidadari, karena tidak menemukan
selendangnya, tidak mampu kembali dan akhirnya ditinggal pergi oleh
kawan-kawannya karena hari sudah beranjak senja. Jaka Tarub lalu
muncul dan berpura-pura menolong. Bidadari yang bernama Nawangwulan itu
bersedia ikut pulang ke rumah Jaka Tarub karena hari sudah senja.
Singkat cerita, keduanya lalu menikah. Dari pernikahan ini lahirlah
seorang putri yang dinamai Nawangsih. Sebelum menikah, Nawangwulan
mengingatkan pada Jaka Tarub agar tidak sekali-kali menanyakan rahasia
kebiasaan dirinya kelak setelah menjadi isteri. Rahasia tersebut adalah
bahwa Nawangwulan selalu menanak nasi menggunakan hanya sebutir beras
dalam penanak nasi namun menghasilkan nasi yang banyak. Jaka Tarub yang
penasaran tidak menanyakan tetapi langsung membuka tutup penanak nasi.
Akibat tindakan ini, kesaktian Nawangwulan hilang. Sejak itu ia menanak
nasi seperti umumnya wanita biasa.
*****
Akibat hal ini, persediaan gabah di lumbung menjadi cepat habis. Ketika
persediaan gabah tinggal sedikit, Nawangwulan menemukan selendangnya,
yang ternyata disembunyikan suaminya di dalam lumbung....
SANGKURIANG
(Disalin dari http://www.lokerseni.web.id/ tanpa perbaikan ejaan)
Pada jaman dahulu, di Jawa Barat hiduplah seorang putri raja yang
bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama
Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu di dalam hutan. Setiap
berburu, dia selalu ditemani oleh seekor anjing kesayangannya yang
bernama Tumang. Tumang sebenarnya adalah titisan dewa, dan juga bapak
kandung Sangkuriang, tetapi Sangkuriang tidak tahu hal itu dan ibunya
memang sengaja merahasiakannya.
Pada suatu hari, seperti biasanya Sangkuriang pergi ke hutan untuk
berburu. Setelah sesampainya di hutan, Sangkuriang mulai mencari buruan.
Dia melihat ada seekor burung yang sedang bertengger di dahan, lalu
tanpa berpikir panjang Sangkuriang langsung menembaknya, dan tepat
mengenai sasaran. Sangkuriang lalu memerintah Tumang untuk mengejar
buruannya tadi, tetapi si Tumang diam saja dan tidak mau mengikuti
perintah Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada Tumang, maka
Sangkuriang lalu mengusir Tumang dan tidak diijinkan pulang ke rumah
bersamanya lagi.
Sesampainya di rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada
ibunya. Begitu mendengar cerita dari anaknya, Dayang Sumbi sangat marah.
Diambilnya sendok nasi, dan dipukulkan ke kepala Sangkuriang. Karena
merasa kecewa dengan perlakuan ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk
pergi mengembara, dan meninggalkan rumahnya.
Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia
berdoa setiap hari, dan meminta agar suatu hari dapat bertemu dengan
anaknya kembali. Karena kesungguhan dari doa Dayang Sumbi tersebut, maka
Dewa memberinya sebuah hadiah berupa kecantikan abadi dan usia muda
selamanya.
Setelah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia
berniat untuk pulang ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, dia
sangat terkejut sekali, karena kampung halamannya sudah berubah total.
Rasa senang Sangkuriang tersebut bertambah ketika saat di tengah jalan
bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang tidak lain
adalah Dayang Sumbi. Karena terpesona dengan kecantikan wanita
tersebut, maka Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya lamaran
Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah di
waktu dekat. Pada suatu hari, Sangkuriang meminta ijin calon istrinya
untuk berburu di hatan. Sebelum berangkat, ia meminta Dayang Sumbi untuk
mengencangkan dan merapikan ikat kapalanya. Alangkah terkejutnya Dayang
Sumbi, karena pada saat dia merapikan ikat kepala Sangkuriang, Ia
melihat ada bekas luka. Bekas luka tersebut mirip dengan bekas luka
anaknya. Setelah bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya
itu, Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon
suaminya tersebut adalah anaknya sendiri.
Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah
dengan anaknya sendiri. Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi
mencoba berbicara kepada Sangkuriang, supaya Sangkuriang membatalkan
rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak
disetujui Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.
TIMUN EMAS
(Disalin dari http://dongeng.org/ tanpa perbaikan ejaan)
Pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri petani. Mereka tinggal di sebuah desa di dekat hutan. Mereka hidup bahagia. Sayangnya mereka belum saja dikaruniai seorang anak pun. Setiap hari mereka berdoa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar segera diberi seorang anak. Suatu hari seorang raksasa melewati tempat tinggal mereka. Raksasa itu mendengar doa suami istri itu. Raksasa itu kemudian memberi mereka biji mentimun. “Tanamlah biji ini. Nanti kau akan mendapatkan seorang anak perempuan,” kata Raksasa. “Terima kasih, Raksasa,” kata suami istri itu. “Tapi ada syaratnya. Pada usia 17 tahun anak itu harus kalian serahkan padaku,” sahut Raksasa. Suami istri itu sangat merindukan seorang anak. Karena itu tanpa berpikir panjang mereka setuju.
Suami istri petani itu kemudian menanam biji-biji mentimun itu.
Setiap hari mereka merawat tanaman yang mulai tumbuh itu dengan sebaik
mungkin. Berbulan-bulan kemudian tumbuhlah sebuah mentimun berwarna keemasan. Buah mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah itu masak, mereka memetiknya. Dengan hati-hati mereka memotong buah itu. Betapa terkejutnya mereka, di dalam buah itu
mereka menemukan bayi perempuan yang sangat cantik. Suami istri itu
sangat bahagia. Mereka memberi nama bayi itu Timun Mas.
Tahun demi tahun berlalu. Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik.
Kedua orang tuanya sangat bangga padanya. Tapi mereka menjadi sangat
takut. Karena pada ulang tahun Timun Mas yang ke-17, sang raksasa datang
kembali. Raksasa itu menangih janji untuk mengambil Timun Mas. Petani itu mencoba tenang. “Tunggulah sebentar. Timun Mas sedang
bermain. Istriku akan memanggilnya,” katanya. Petani itu segera menemui
anaknya. “Anakkku, ambillah ini,” katanya sambil menyerahkan sebuah
kantung kain. “Ini akan menolongmu melawan Raksasa. Sekarang larilah
secepat mungkin,” katanya. Maka Timun Mas pun segera melarikan diri.
Suami istri itu sedih atas kepergian Timun Mas. Tapi mereka tidak
rela kalau anaknya menjadi santapan Raksasa. Raksasa menunggu cukup
lama. Ia menjadi tak sabar. Ia tahu, telah dibohongi suami istri itu.
Lalu ia pun menghancurkan pondok petani itu. Lalu ia mengejar Timun Mas
ke hutan.....
RORO JONGRANG
(Disalin dari http://www.pendongeng.com/ tanpa perbaikan ejaan)
Alkisah, pada dahulu kala terdapat
sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran
dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan
diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan
Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan
pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging,
dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.
Bandung Bondowoso seorang yang suka
memerintah dengan kejam. “Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan
dijatuhi hukuman berat!”, ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya. Bandung
Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak
berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Roro
Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita. “Cantik nian putri
itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku,” pikir Bandung Bondowoso.
Esok harinya, Bondowoso mendekati Roro
Jonggrang. “Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku ?”,
Tanya Bandung Bondowoso kepada Roro Jonggrang.
Roro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. “Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya”, ujar Loro Jongrang dalam hati. “Apa yang harus aku lakukan ?” Roro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Roro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.
“Bagaimana, Roro Jonggrang ?” desak Bondowoso. Roro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. “Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya”, ujar Loro Jongrang dalam hati. “Apa yang harus aku lakukan ?” Roro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Roro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.
Akhirnya Roro Jonggrang mendapatkan ide. “Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya,” Katanya.
“Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?”.
“Bukan itu, tuanku, kata Roro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah.
“Seribu buah?” teriak Bondowoso.
“Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam.”
Bandung Bondowoso menatap Roro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah. Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya....
CALON ARANG(Disalin dari http://satudeako.wordpress.com/ tanpa perbaikan ejaan)
Pada suatu masa di Kerajaan Daha yang dipimpin oleh raja Erlangga,
hidup seorang janda yang sangat bengis. Ia bernama Calon Arang. Ia
tinggal di desa Girah. Calon Arang adalah seorang penganut sebuah aliran
hitam, yakni kepercayaan sesat yang selalu mengumbar kejahatan memakai
ilmu gaib. Ia mempunyai seorang putri bernama Ratna Manggali. Karena
puterinya telah cukup dewasa dan Calon Arang tidak ingin Ratna Manggali
tidak mendapatkan jodoh, maka ia memaksa beberapa pemuda yang tampan
dan kaya untuk menjadi menantunya. Karena sifatnya yang bengis, Calon
Arang tidak disukai oleh penduduk Girah. Tak seorang pemuda pun yang
mau memperistri Ratna Manggali. Hal ini membuat marah Calon Arang. Ia
berniat membuat resah warga desa Girah.
“Kerahkan anak buahmu! Cari seorang anak gadis hari ini juga! Sebelum
matahari tenggelam anak gadis itu harus dibawa ke candi Durga!“
perintah Calon Arang kepada Krakah, seorang anak buahnya. Krakah segera
mengerahkan cantrik-cantrik Calon Arang untuk mencari seorang anak
gadis. Suatu perkerjaan yang tidak terlalu sulit bagi para cantrik Calon
Arang.
Sebelum matahari terbit, anak gadis yang malang itu sudah berada di
Candi Durga. Ia meronta-ronta ketakutan. “Lepaskan aku! Lepaskan aku!“
teriaknya. Lama kelamaan anak gadis itu pun lelah dan jatuh pingsan. Ia
kemudian di baringkan di altar persembahan. Tepat tengah malam yang
gelap gulita, Calon Arang mengorbankan anak gadis itu untuk
dipersembahkan kepada Betari Durga, dewi angkara murka.
Kutukan Calon Arang menjadi kenyataan. “Banjir! Banjir!“ teriak
penduduk Girah yang diterjang aliran sungai Brantas. Siapapun yang
terkena percikan air sungai Brantas pasti akan menderita sakit dan
menemui ajalnya. “He, he… siapa yang berani melawan Calon Arang ? Calon
Arang tak terkalahkan!” demikian Calon Arang menantang dengan
sombongnya. Akibat ulah Calon Arang itu, rakyat semakin menderita.
Korban semakin banyak. Pagi sakit, sore meninggal. Tidak ada obat yang
dapat menanggulangi wabah penyakit aneh itu..
“Apa yang menyebabkan rakyatku di desa Girah mengalami wabah dan
bencana ?” Tanya Prabu Erlangga kepada Paman Patih. Setelah mendengar
laporan Paman Patih tentang ulah Calon Arang, Prabu Erlangga marah
besar. Genderang perang pun segera ditabuh. Maha Patih kerajaan Daha
segera menghimpun prajurit pilihan. Mereka segera berangkat ke desa
Girah untuk menangkap Calon Arang. Rakyat sangat gembira mendengar bahwa
Calon Arang akan ditangkap. Para prajurit menjadi bangga dan merasa
tugas suci itu akan berhasil berkat doa restu seluruh rakyat.
Prajurit kerajaan Daha sampai di desa kediaman Calon Arang. Belum
sempat melepaskan lelah dari perjalanan jauh, para prajurit dikejutkan
oleh ledakan-ledakan menggelegas di antara mereka. Tidak sedikit
prajurit Daha yang tiba-tiba menggelepar di tanah, tanpa sebab yang
pasti.
Korban dari prajurit Daha terus berjatuhan. Musuh mereka mampu
merobohkan lawannya dari jarak jauh, walaupun tanpa senjata. Kekalahan
prajurit Daha membuat para cantrik, murid Calon Arang bertambah ganas.
“Serang! Serang terus!” seru para cantrik. Pasukan Daha porak poranda
dan lari pontang-panting menyelamatkan diri. Prabu Erlangga terus
mencari cara untuk mengalahkan Calon Arang. Untuk mengalahkan Calon
Arang, kita harus menggunakan kasih saying”, kata Empu Barada dalam
musyawarah kerajaan. “Kekesalan Calon Arang disebabkan belum ada seorang
pun yang bersedia menikahi puteri tunggalnya.“
Empu Barada meminta Empu Bahula agar dapat membantu dengan tulus
untuk mengalahkan Calon Arang. Empu Bahula yang masih lajang diminta
bersedia memperistri Ratna Manggali. Dijelaskan, bahwa dengan
memperistri Ratna Manggali, Empu Bahula dapat sekaligus memperdalam dan
menyempurnakan ilmunya.
Akhirnya rombongan Empu Bahula berangkat ke desa Girah untuk meminang
Ratna Manggali. “He he … aku sangat senang mempunyai menantu seorang
Empu yang rupawan.” Calon Arang terkekeh gembira. Maka, diadakanlah
pesta pernikahan besar-besaran selama tujuh hari tujuh malam. Pesta pora
yang berlangsung itu sangat menyenangkan hati Calon Arang. Ratna
Manggali dan Empu Bahula juga sangat bahagia. Mereka saling mencintai
dan mengasihi. Pesta pernikahan telah berlalu, tetapi suasana gembira
masih meliputi desa Girah. Empu Bahula memanfaatkan saat tersebut untuk
melaksanakan tugasnya.
....
Malin Kundang
(Disalin dari http://www.kumpulandongeng.com/ tanpa perbaikan ejaan)Malin Kundang
Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas.
Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah. Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.
Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. “Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak”, ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.
Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya....
bu maaf dongeng malin kundangnya ko ngga ada?
ReplyDeleteTrims Siti Wasilah atas infonya, maaf baru sempat saya tambahkan.
ReplyDeleteAssalamu 'Alaikum, bu!
ReplyDeleteIni tulisan dari serangkaian tulisan saya www.bintangi.blogspot.com/2014/01/i-am-still-you-teddy-fase-kematian_4296.html
Berarti kurang dari 4000 karakter boleh yah bu
ReplyDeleteBoleh :)
ReplyDeletebu, cerita asli yg di copy sebatas yg ibu tulis di blog ibu ya??
ReplyDelete